Selasa, 19 Juli 2011

Dimasa Rasul masih hidup, Al Qur'an hanya diijinkan dimiliki oleh 4 orang sebagai bahan Rujukan

Hadis Riwayat Muslim telah menorehkan 4 orang sahabat dimana Rasul memerintahkan hanya boleh mengambil Al Qur'an dari 4 orang nama saja yaitu:
  1. Abdullah bin Mas'ud
  2. Ubay bin Ka'ab
  3. Mu'adz bin Jabal
  4. Salim Maula Abu Hanifah
 Dimana Keempat Orang itu diberi ijin oleh Rasulullaah untuk memiliki mushaf sendiri dan keempat orang itu telah merujuk kepada Rasulullaah mengenai bacaannya dan tafsirnya. Imam 'Ali tidak perlu disebutkan sebab Imam 'Ali adalah bagian dari Rasulullaah saww, ketika Rasulullaah wafat maka tugas itu diberikan kepada Imam 'Ali untuk melanjutkan tugas sebagai Pemberi Petunjuk bagi Umat Manusia.

Pertanyaannya adalah dimana posisi Abu Bakar, Umar dan Usman? Kenapa Abu Bakar sampai harus bersusah payah mengumpulkan Al Qur'an? Juga kenapa Usman juga harus bersusah payah mengumpulkan al Qur'an? dan Kenapa sampai Abdullaah bin Mas'ud "marah" ketika Usman mengambil paksa mushaf Abdullaah bin Mas'ud? Abdullaah bin Mas'ud bahkan sampai harus mengatakan kepada Usman: "ENGKAU TIDAK PANTAS MENGUMPULKAN AL QUR'AN!!!"

Jadi ternyata sahabat (selain 'Ali) yang diijinkan memiliki mushab hanyalah 4 orang yang disebutkan di atas.

Berikut ini adalah hadisnya dari Imam Muslim tentang 4 Orang sahabat tersebut dimana Rasul telah memerintahkan sahabat - sahabatnya yang lain (termasuk Abu Bakar, Umar dan Usman) untuk mengambil al Qur'an dari mereka.

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ كُنَّا نَأْتِي عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو فَنَتَحَدَّثُ إِلَيْهِ وَقَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ عِنْدَهُ فَذَكَرْنَا يَوْمًا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ فَقَالَ لَقَدْ ذَكَرْتُمْ رَجُلًا لَا أَزَالُ أُحِبُّهُ بَعْدَ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خُذُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ فَبَدَأَ بِهِ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ 
45.116/4504. Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Muhammad bin 'Abdullah bin Numair keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Waki'; Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Syaqiq dari Masruq dia berkata; "Kami mendatangi Abdullah bin Amru, lalu kami berbincang-bincang dengannya. Ibnu Numair berkata; Lalu pada hari itu kami menyebut nama Abdullah bin Mas'ud. Maka Abdullah bin Amr berkata; "Kalian telah menyebutkan seseorang yang hingga kini aku selalu mencintainya setelah aku mendengar tentangnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau bersabda: "Ambillah oleh kalian Al Qur'an dari empat orang, Yaitu; dari Abdullah bin Mas'ud (beliau memulai darinya), kemudian dari Mu'adz bin Jabal, dari Ubay bin Ka'ab dan dari Salim maula Abu Hudzaifah."

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَذَكَرْنَا حَدِيثًا عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ فَقَالَ إِنَّ ذَاكَ الرَّجُلَ لَا أَزَالُ أُحِبُّهُ بَعْدَ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُهُ سَمِعْتُهُ يَقُولُ اقْرَءُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةِ نَفَرٍ مِنْ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ فَبَدَأَ بِهِ وَمِنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَمِنْ سَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَمِنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَحَرْفٌ لَمْ يَذْكُرْهُ زُهَيْرٌ قَوْلُهُ يَقُولُهُ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ بِإِسْنَادِ جَرِيرٍ وَوَكِيعٍ فِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ قَدَّمَ مُعَاذًا قَبْلَ أُبَيٍّ وَفِي رِوَايَةِ أَبِي كُرَيْبٍ أُبَيٌّ قَبْلَ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ ح و حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ كِلَاهُمَا عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ بِإِسْنَادِهِمْ وَاخْتَلَفَا عَنْ شُعْبَةَ فِي تَنْسِيقِ الْأَرْبَعَةِ 
45.117/4505. Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan Zuhair bin Harb serta 'Utsman bin Abu Syaibah mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Abu Wa-il dari Masruq dia berkata; suatu ketika kami bersama Abdullah bin 'Amru, lalu kami menceritakan tentang hadits dari Ibnu Mas'ud. maka Ia (Abdullah 'Amru) berkata; Aku sangat mencintainya hingga kini setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; Dengarkanlah bacaan Al Qur 'an dari empat orang; Dari Ibnu Mas 'ad -beliau memulai darinya-, kemudian dari Ubay bin Ka 'ab, Salim maula Abu Hanifah, dan Mu'adz bin Jabal. Ada satu huruf yang tidak di sebutkan oleh Zuhair yaitu perkataannya; 'yaquuluhu' (yang dia ucapkannya). Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dengan sanad Jarir dan Waki'. Dan di dalam riwayat Abu Bakr dari Abu Mu'awiyah, disebutkan dengan mendahulukan nama Mu'adz bin Jabal dari Ubay bin Ka'ab. Sedangkan di dalam riwayat Abu Kuraib, disebutkan nama Ubay terlebih dahulu baru Mu'adz. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Adi; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepadaku Bisyr bin Khalid; Telah mengabarkan kepada kami Muhammad yaitu Ibnu Ja'far keduanya dari Syu'bah dari Al A'masy melalui jalur mereka. Keduanya berselisih dari jalur Syu'bah mengenai penyebutan keempat nama tersebut.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ ذَكَرُوا ابْنَ مَسْعُودٍ عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَقَالَ ذَاكَ رَجُلٌ لَا أَزَالُ أُحِبُّهُ بَعْدَ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اسْتَقْرِئُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ ابْنِ مَسْعُودٍ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَزَادَ قَالَ شُعْبَةُ بَدَأَ بِهَذَيْنِ لَا أَدْرِي بِأَيِّهِمَا بَدَأَ 
45.118/4506. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah dari Ibrahim dari Masruq dia berkata; Para sahabat menyebutkan nama Abdullah bin Mas'ud di hadapan Abdullah bin 'Amru. Maka Abdullah bin 'Amru berkata; 'Itulah orang yang aku sangat mencintainya hingga kini setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; Dengarkanlah bacaan Al Qur 'an dari empat orang; Dari Ibnu Mas 'ad, Salim maula Abu Hanifah, Ubay bin Ka 'ab, dan Mu'adz bin Jabal. Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Mu'adz; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah melalui jalur ini. Di dalamnya ada tambahan, Syu'bah berkata; 'Abdullah bin 'Amru memulainya dengan dua orang ini. Aku tidak tahu nama siapa dulu yang dia sebutkan.'
(H.R Muslim)


Imam 'Ali  bin Abi Thalib as berkata:
"Tidaklah al Qur'an itu melainkan tulisan yang digoreskan di antara dua sampul. Ia tidak akan mengeluarkan kata - kata. Ia harus mempunyai Juru bicara, sedangkan yang akan mewakilinya dalam berbicara adalah orang - orang." (Nahjul Balaghah, Khutbah no. 125, dengan komentar Syeikh Muhammad Abduh, 2:72)

Dengan demikian harus ada orang - orang yang derajadnya suci sama dengan Al Qur'an, yang menjadi Partner al Qur'an yang Menjadi Juru Bicara Al Qur'an, karena al Qur'an itu suci maka tidak akan bisa dipahami kecuali oleh orang suci.

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
(Al-Waqi`aah[56]: 79)

Perhatikan bahwa ayat ini menggunakan dua kata kunci yaitu yamassuhu dan muthohharun. Muthohhharuun berarti disucikan (pasif) bukan mensucikan diri. Artinya bahwa ada orang - orang yang telah disucikan oleh Allah yaitu merujuk pada al Ahzab ayat 33 di atas. Kemudian pengertian yamassuhu akan dijelaskan sebagai berikut.

Banyak dari kaum muslimin menjadikan ayat ini sebagai dalil tidak di bolehkannya seseorang menyentuh ayat al-qur’an kecuali dalam keadaan suci, baik dari hadas kecil maupun hadas besar. Seseorang yang tidak mempunyai wudlu tidak boleh menyentuh Al-Qur’an. Demikian pula seorang dalam keadaan junub atau haidh, maka tidak boleh menyentuh ayat Al-Qur’an. Disini saya tidak ingin menjelaskan masalah boleh atau tidak boleh nya menyentuh ayat Al-qur’an tanpa wudhu. Itu adalah masalah fiqih. Yang pasti bahwa dalam banyak fatwa ulama fiqih seorang yang tidak dalam keadaan suci tidak boleh menyentuh ayat Al-Qur’an. Tetapi benarkah atau bisa kah ayat ini dijadikan dasar untuk fatwa tersebut? Ini sebuah permasalahan tersendiri yang dibahas secara detail dalam kajian ushul fiqih atau kajian fiqih argumentatif. Disini saya mencoba untuk membahas ayat Laa yamassuhuu illal muthohharuun secara ringkas saja menurut apa yang saya ketahui dari kitab tafsir.

Pertama, perlu diketahui bahwa kata “Laa” mempunyai dua arti yaitu melarang: “jangan” dan me-'negasi'-kan: “tidak”.  Nah, di ayat tersebut kata “laa” disini, berarti "jangan" atau berarti "tidak"? 
Untuk mengetahui itu, kita harus melihat bentuk setelahnya. Kata “laa” yang berarti  “jangan” pada umumnya, berada sebelum fill mudhore mukhotob (maksudnya, bentuk kata kerja yang sedang atau akan dilakukan untuk kata ganti kedua). Misalnya, laa tasyrob (anda jangan minum). Selain itu, kata kerja yang setelah nya juga harus di harokati sukun, tidak fathah, kashrah maupun dhommah, seperti  contoh tadi, nah, oleh karena kata kerja setelah “laa” dalam ayat tadi adalah kata kerja yang menunjukan ghaib (orang ketiga), dan tidak diharakati sukun,  maka kata “ laa” itu berartu “tidak”. Dengan demikian, arti ayat tadi adalah “tidak menyentuhnya . . .” bukan “ jangan menyentuhnya ... ”

Kedua,  kata “yamassuhu”. Kata ini derivasi dari kata “massa”. Dalam bahasa arab, ada kata lain yang mempunyai makna sama dengan massa-yamassu, yakni lamasa-yalmasu. Makna dari kedua kata ini adalah menyentuh, memegang, tapi dalam pemakaiannya berbeda, khususnya dalam Al-qur’an. Kata lamasa yalmasu dipakai untuk sentuhan fisik, sedangkan kata massa yamassu untuk "sentuhan psikis" atau "sentuhan yang nonfisik" yang kadang diterjemahkan sebagai "menimpa" dalam bahasa indonesia yang sebenarnya cenderung dipaksakan. Mari kita lihat dalam ayat yang lain, Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa jika (idzaa) menyentuh (massa) mereka (hum) pikiran jahat (thoo ifun) dari (min) setan, maka mereka segera sadar dan ingat kepada Allah swt”. (Al A’raf[7]: 201), atau ayat-ayat yang lain (lihat, 7:95, 10:12, 17:83, 3:120 dll). Menarik sekali, dalam ayat ini Allah menggunakan kata massa. Artinya, orang-orang bertakwa jika disentuh oleh setan, maka mereka segera sadar dan ingat kepada Allah Swt. Sentuhan setan di sini tidak bisa kita artikan sentuhan fisik, karena setan secara genesus (atau jenis ) berbeda dengan manusia. Sentuhan setan artinya setan menguasai, mempengaruhi dan membisiki mereka.

Kembali ke pembahasan ayat, laa yamassuhu illal muthoharuun. Di sini lebih tepat kata sentuhan di artikan dengan sentuhan yang non fisik. Artinya, tidak ada yang memahami Qur’an, atau tidak ada yang menguasai Qur’an kecuali orang-orang yang muthohharuun.

Ketiga, kata “muthohharuun” adalah kata benda (isim) yang berbentuk maf’uul (bentuk kata yang berarti penderita). Misalnya, manshur (yang di tolong) madzlum (yang di zalimi). Muthohharuun berarti orang-orang yang disucikan, bukan orang-orang yang bersuci. Kalau muthohharuun artinya orang-orang yang bersuci, maka lebih tepat redaksi ayat tadi berubah menjadi "tidak ada yang memahaminya kecuali orang yang bersuci".

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=158031607564618

Karena itu sudah saling berkaitan antara ayat satu dengan ayat yang lainnya. Siapakah orang yang disucikan tersebut? yaitu yang sudah dibahas tentang ayat penyucian yaitu al Ahzab[33]: 33 di atas. Merekalah yang merupakan partner al Qur'an yang akan menjadi Juru Bicara Al Qur'an, Yang Memahami benar tentang Tafsir, Takwil dan Tanzil Al Qur'an.
Imam Ja'far ash-Shodiq as berkata:
"Siapa yang menafsirkan al-Qur'an dengan ra'yunya (akalnya) apabila benar (penafsirannya), ia tidak diberi pahala dan jika ia salah maka dosanya harus ia tanggung."
(Bihar al-Anwar, 92: 110 dari Tafsir al-Ayasyi, 1: 17)

Kalau begitu bagaimana bisa pantas Abu Bakar menjadi Khalifah sedangkan Al Qur'an bukan bersama dia? Justru 3 orang itu bersusah payah mengumpulkan al Qur'an. Bahkan mereka dalam beberapa kasus tidak bisa memecahkan persoalan agama, sehingga datanglah Imam 'Ali yang memberikan solusinya. Bagaimana bisa mereka disebut sebagai Kulafaurrasydin atau khalifah yang rasyid, yang bisa memberikan petunjuk kepada manusia kalau mereka sendiri justru memerlukan petunjuk?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar