Selasa, 19 Juli 2011

Dimasa Rasul masih hidup, Al Qur'an hanya diijinkan dimiliki oleh 4 orang sebagai bahan Rujukan

Hadis Riwayat Muslim telah menorehkan 4 orang sahabat dimana Rasul memerintahkan hanya boleh mengambil Al Qur'an dari 4 orang nama saja yaitu:
  1. Abdullah bin Mas'ud
  2. Ubay bin Ka'ab
  3. Mu'adz bin Jabal
  4. Salim Maula Abu Hanifah
 Dimana Keempat Orang itu diberi ijin oleh Rasulullaah untuk memiliki mushaf sendiri dan keempat orang itu telah merujuk kepada Rasulullaah mengenai bacaannya dan tafsirnya. Imam 'Ali tidak perlu disebutkan sebab Imam 'Ali adalah bagian dari Rasulullaah saww, ketika Rasulullaah wafat maka tugas itu diberikan kepada Imam 'Ali untuk melanjutkan tugas sebagai Pemberi Petunjuk bagi Umat Manusia.

Pertanyaannya adalah dimana posisi Abu Bakar, Umar dan Usman? Kenapa Abu Bakar sampai harus bersusah payah mengumpulkan Al Qur'an? Juga kenapa Usman juga harus bersusah payah mengumpulkan al Qur'an? dan Kenapa sampai Abdullaah bin Mas'ud "marah" ketika Usman mengambil paksa mushaf Abdullaah bin Mas'ud? Abdullaah bin Mas'ud bahkan sampai harus mengatakan kepada Usman: "ENGKAU TIDAK PANTAS MENGUMPULKAN AL QUR'AN!!!"

Jadi ternyata sahabat (selain 'Ali) yang diijinkan memiliki mushab hanyalah 4 orang yang disebutkan di atas.

Berikut ini adalah hadisnya dari Imam Muslim tentang 4 Orang sahabat tersebut dimana Rasul telah memerintahkan sahabat - sahabatnya yang lain (termasuk Abu Bakar, Umar dan Usman) untuk mengambil al Qur'an dari mereka.

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ كُنَّا نَأْتِي عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو فَنَتَحَدَّثُ إِلَيْهِ وَقَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ عِنْدَهُ فَذَكَرْنَا يَوْمًا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ فَقَالَ لَقَدْ ذَكَرْتُمْ رَجُلًا لَا أَزَالُ أُحِبُّهُ بَعْدَ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خُذُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ فَبَدَأَ بِهِ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ 
45.116/4504. Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Muhammad bin 'Abdullah bin Numair keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Waki'; Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Syaqiq dari Masruq dia berkata; "Kami mendatangi Abdullah bin Amru, lalu kami berbincang-bincang dengannya. Ibnu Numair berkata; Lalu pada hari itu kami menyebut nama Abdullah bin Mas'ud. Maka Abdullah bin Amr berkata; "Kalian telah menyebutkan seseorang yang hingga kini aku selalu mencintainya setelah aku mendengar tentangnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau bersabda: "Ambillah oleh kalian Al Qur'an dari empat orang, Yaitu; dari Abdullah bin Mas'ud (beliau memulai darinya), kemudian dari Mu'adz bin Jabal, dari Ubay bin Ka'ab dan dari Salim maula Abu Hudzaifah."

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَذَكَرْنَا حَدِيثًا عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ فَقَالَ إِنَّ ذَاكَ الرَّجُلَ لَا أَزَالُ أُحِبُّهُ بَعْدَ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُهُ سَمِعْتُهُ يَقُولُ اقْرَءُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةِ نَفَرٍ مِنْ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ فَبَدَأَ بِهِ وَمِنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَمِنْ سَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَمِنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَحَرْفٌ لَمْ يَذْكُرْهُ زُهَيْرٌ قَوْلُهُ يَقُولُهُ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ بِإِسْنَادِ جَرِيرٍ وَوَكِيعٍ فِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ قَدَّمَ مُعَاذًا قَبْلَ أُبَيٍّ وَفِي رِوَايَةِ أَبِي كُرَيْبٍ أُبَيٌّ قَبْلَ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ ح و حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ كِلَاهُمَا عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ بِإِسْنَادِهِمْ وَاخْتَلَفَا عَنْ شُعْبَةَ فِي تَنْسِيقِ الْأَرْبَعَةِ 
45.117/4505. Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan Zuhair bin Harb serta 'Utsman bin Abu Syaibah mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Abu Wa-il dari Masruq dia berkata; suatu ketika kami bersama Abdullah bin 'Amru, lalu kami menceritakan tentang hadits dari Ibnu Mas'ud. maka Ia (Abdullah 'Amru) berkata; Aku sangat mencintainya hingga kini setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; Dengarkanlah bacaan Al Qur 'an dari empat orang; Dari Ibnu Mas 'ad -beliau memulai darinya-, kemudian dari Ubay bin Ka 'ab, Salim maula Abu Hanifah, dan Mu'adz bin Jabal. Ada satu huruf yang tidak di sebutkan oleh Zuhair yaitu perkataannya; 'yaquuluhu' (yang dia ucapkannya). Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dengan sanad Jarir dan Waki'. Dan di dalam riwayat Abu Bakr dari Abu Mu'awiyah, disebutkan dengan mendahulukan nama Mu'adz bin Jabal dari Ubay bin Ka'ab. Sedangkan di dalam riwayat Abu Kuraib, disebutkan nama Ubay terlebih dahulu baru Mu'adz. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Adi; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepadaku Bisyr bin Khalid; Telah mengabarkan kepada kami Muhammad yaitu Ibnu Ja'far keduanya dari Syu'bah dari Al A'masy melalui jalur mereka. Keduanya berselisih dari jalur Syu'bah mengenai penyebutan keempat nama tersebut.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ ذَكَرُوا ابْنَ مَسْعُودٍ عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَقَالَ ذَاكَ رَجُلٌ لَا أَزَالُ أُحِبُّهُ بَعْدَ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اسْتَقْرِئُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ ابْنِ مَسْعُودٍ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَزَادَ قَالَ شُعْبَةُ بَدَأَ بِهَذَيْنِ لَا أَدْرِي بِأَيِّهِمَا بَدَأَ 
45.118/4506. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah dari Ibrahim dari Masruq dia berkata; Para sahabat menyebutkan nama Abdullah bin Mas'ud di hadapan Abdullah bin 'Amru. Maka Abdullah bin 'Amru berkata; 'Itulah orang yang aku sangat mencintainya hingga kini setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; Dengarkanlah bacaan Al Qur 'an dari empat orang; Dari Ibnu Mas 'ad, Salim maula Abu Hanifah, Ubay bin Ka 'ab, dan Mu'adz bin Jabal. Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Mu'adz; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah melalui jalur ini. Di dalamnya ada tambahan, Syu'bah berkata; 'Abdullah bin 'Amru memulainya dengan dua orang ini. Aku tidak tahu nama siapa dulu yang dia sebutkan.'
(H.R Muslim)


Imam 'Ali  bin Abi Thalib as berkata:
"Tidaklah al Qur'an itu melainkan tulisan yang digoreskan di antara dua sampul. Ia tidak akan mengeluarkan kata - kata. Ia harus mempunyai Juru bicara, sedangkan yang akan mewakilinya dalam berbicara adalah orang - orang." (Nahjul Balaghah, Khutbah no. 125, dengan komentar Syeikh Muhammad Abduh, 2:72)

Dengan demikian harus ada orang - orang yang derajadnya suci sama dengan Al Qur'an, yang menjadi Partner al Qur'an yang Menjadi Juru Bicara Al Qur'an, karena al Qur'an itu suci maka tidak akan bisa dipahami kecuali oleh orang suci.

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
(Al-Waqi`aah[56]: 79)

Perhatikan bahwa ayat ini menggunakan dua kata kunci yaitu yamassuhu dan muthohharun. Muthohhharuun berarti disucikan (pasif) bukan mensucikan diri. Artinya bahwa ada orang - orang yang telah disucikan oleh Allah yaitu merujuk pada al Ahzab ayat 33 di atas. Kemudian pengertian yamassuhu akan dijelaskan sebagai berikut.

Banyak dari kaum muslimin menjadikan ayat ini sebagai dalil tidak di bolehkannya seseorang menyentuh ayat al-qur’an kecuali dalam keadaan suci, baik dari hadas kecil maupun hadas besar. Seseorang yang tidak mempunyai wudlu tidak boleh menyentuh Al-Qur’an. Demikian pula seorang dalam keadaan junub atau haidh, maka tidak boleh menyentuh ayat Al-Qur’an. Disini saya tidak ingin menjelaskan masalah boleh atau tidak boleh nya menyentuh ayat Al-qur’an tanpa wudhu. Itu adalah masalah fiqih. Yang pasti bahwa dalam banyak fatwa ulama fiqih seorang yang tidak dalam keadaan suci tidak boleh menyentuh ayat Al-Qur’an. Tetapi benarkah atau bisa kah ayat ini dijadikan dasar untuk fatwa tersebut? Ini sebuah permasalahan tersendiri yang dibahas secara detail dalam kajian ushul fiqih atau kajian fiqih argumentatif. Disini saya mencoba untuk membahas ayat Laa yamassuhuu illal muthohharuun secara ringkas saja menurut apa yang saya ketahui dari kitab tafsir.

Pertama, perlu diketahui bahwa kata “Laa” mempunyai dua arti yaitu melarang: “jangan” dan me-'negasi'-kan: “tidak”.  Nah, di ayat tersebut kata “laa” disini, berarti "jangan" atau berarti "tidak"? 
Untuk mengetahui itu, kita harus melihat bentuk setelahnya. Kata “laa” yang berarti  “jangan” pada umumnya, berada sebelum fill mudhore mukhotob (maksudnya, bentuk kata kerja yang sedang atau akan dilakukan untuk kata ganti kedua). Misalnya, laa tasyrob (anda jangan minum). Selain itu, kata kerja yang setelah nya juga harus di harokati sukun, tidak fathah, kashrah maupun dhommah, seperti  contoh tadi, nah, oleh karena kata kerja setelah “laa” dalam ayat tadi adalah kata kerja yang menunjukan ghaib (orang ketiga), dan tidak diharakati sukun,  maka kata “ laa” itu berartu “tidak”. Dengan demikian, arti ayat tadi adalah “tidak menyentuhnya . . .” bukan “ jangan menyentuhnya ... ”

Kedua,  kata “yamassuhu”. Kata ini derivasi dari kata “massa”. Dalam bahasa arab, ada kata lain yang mempunyai makna sama dengan massa-yamassu, yakni lamasa-yalmasu. Makna dari kedua kata ini adalah menyentuh, memegang, tapi dalam pemakaiannya berbeda, khususnya dalam Al-qur’an. Kata lamasa yalmasu dipakai untuk sentuhan fisik, sedangkan kata massa yamassu untuk "sentuhan psikis" atau "sentuhan yang nonfisik" yang kadang diterjemahkan sebagai "menimpa" dalam bahasa indonesia yang sebenarnya cenderung dipaksakan. Mari kita lihat dalam ayat yang lain, Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa jika (idzaa) menyentuh (massa) mereka (hum) pikiran jahat (thoo ifun) dari (min) setan, maka mereka segera sadar dan ingat kepada Allah swt”. (Al A’raf[7]: 201), atau ayat-ayat yang lain (lihat, 7:95, 10:12, 17:83, 3:120 dll). Menarik sekali, dalam ayat ini Allah menggunakan kata massa. Artinya, orang-orang bertakwa jika disentuh oleh setan, maka mereka segera sadar dan ingat kepada Allah Swt. Sentuhan setan di sini tidak bisa kita artikan sentuhan fisik, karena setan secara genesus (atau jenis ) berbeda dengan manusia. Sentuhan setan artinya setan menguasai, mempengaruhi dan membisiki mereka.

Kembali ke pembahasan ayat, laa yamassuhu illal muthoharuun. Di sini lebih tepat kata sentuhan di artikan dengan sentuhan yang non fisik. Artinya, tidak ada yang memahami Qur’an, atau tidak ada yang menguasai Qur’an kecuali orang-orang yang muthohharuun.

Ketiga, kata “muthohharuun” adalah kata benda (isim) yang berbentuk maf’uul (bentuk kata yang berarti penderita). Misalnya, manshur (yang di tolong) madzlum (yang di zalimi). Muthohharuun berarti orang-orang yang disucikan, bukan orang-orang yang bersuci. Kalau muthohharuun artinya orang-orang yang bersuci, maka lebih tepat redaksi ayat tadi berubah menjadi "tidak ada yang memahaminya kecuali orang yang bersuci".

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=158031607564618

Karena itu sudah saling berkaitan antara ayat satu dengan ayat yang lainnya. Siapakah orang yang disucikan tersebut? yaitu yang sudah dibahas tentang ayat penyucian yaitu al Ahzab[33]: 33 di atas. Merekalah yang merupakan partner al Qur'an yang akan menjadi Juru Bicara Al Qur'an, Yang Memahami benar tentang Tafsir, Takwil dan Tanzil Al Qur'an.
Imam Ja'far ash-Shodiq as berkata:
"Siapa yang menafsirkan al-Qur'an dengan ra'yunya (akalnya) apabila benar (penafsirannya), ia tidak diberi pahala dan jika ia salah maka dosanya harus ia tanggung."
(Bihar al-Anwar, 92: 110 dari Tafsir al-Ayasyi, 1: 17)

Kalau begitu bagaimana bisa pantas Abu Bakar menjadi Khalifah sedangkan Al Qur'an bukan bersama dia? Justru 3 orang itu bersusah payah mengumpulkan al Qur'an. Bahkan mereka dalam beberapa kasus tidak bisa memecahkan persoalan agama, sehingga datanglah Imam 'Ali yang memberikan solusinya. Bagaimana bisa mereka disebut sebagai Kulafaurrasydin atau khalifah yang rasyid, yang bisa memberikan petunjuk kepada manusia kalau mereka sendiri justru memerlukan petunjuk?

Senin, 18 Juli 2011

Kritik Deedat atas prasangka buruk Sunni kepada Syiah

Mengaku sebagai Ahlusunnah anda pasti mengenal Syaikh Ahmad Deedat ulama Ahlus Sunnah asal Afrika Selatan. Kristolog terbesar Sang Legendaris. Orator tak terkalahkan. Saya Syi'i dan saya peduli dan sangat mengagumi beliau, jgn bilang anda tidak tau sejarah tetang beliau, brikut adalah sebahagian pidato yang disampaikan ketika beliau melakukan perjalanannya ke Republik Islam Iran pada tanggal 3 Maret 1982.

[Kritik Deedat atas prasangka buruk Sunni kepada Syiah]

Anda tahu, terdapat banyak orang yang bersama kita dari seluruh dunia. Saya menemukan bermacam-macam orang sakit, sakit mental lebih tepatnya. Saya bertemu dengan orang alim dari Pakistan dan dia pikir bahwa ada yang salah dengan saudara Syiah kita. Anda melihat (kebiasaan) di Iran ketika seseorang berceramah dan nama Khomeini disebut, orang-orang berhenti dan mengucapkan shalawat (durood) kepada Nabi (SAW) tiga kali. Tapi ketika nama Muhammad (SAW) disebutkan mereka mengirim shalawat satu kali. Tapi orang alim dari Pakistan ini berkata, “Coba lihat orang-orang ini. Muslim jenis apa mereka itu. Ketika nama Muhammad (SAW) disebutkan mereka mengirim shalawat kepada Nabi (SAW) satu kali tapi ketika nama Khomeini disebutkan mereka mengirim shalawat kepada Khomeini tiga kali.”
Saya berkata, “Apa yang mereka katakan? Apa yang mereka (syiah) katakan sehingga Anda mengatakan ‘shalawat kepada Khomeini’?” Orang alim Pakistan tersebut menjawab, “Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad (Keselamatan bagi Muhammad dan keluarga Muhammad).” Saya katakan, “Siapa Muhammad? Khomeini? Siapa yang bilang Khomeini sebagai Muhammad? Mereka shalawat kepada Muhammad dan Anda bilang kepada Khomeini?” Anda tahu? Inilah penyakit. Terdapat banyak orang terdidik (alim) tapi pikiran mereka penuh dengan buruk sangka. Mereka hanya mencari-cari kesalahan dan mencela.
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Mâidah [5]: 54)"


Dan tentang perbedaan Islam Syiah dan Ahlusunah

Ternyata Ada 200 perbedaan fikih diantara 4 mazhab Sunni jabaran Dedaat

Anda tahu, di antara empat mazhab Sunni; Hanafi, Hanbali, Maliki dan Syafi’i, terdapat lebih dari 200 (dua ratus) perbedaan dalam satu shalat. Tahukah Anda? Dua ratus. Tapi kita menerimanya sebagai hal benar. Syafi’i mengucapkan amin dengan keras dan kami (mazhab maliki) mengucapkannya dengan pelan, mereka mengucapkan bismillah dengan keras kami mengucapkan pelan dan tidak ada masalah. Semasa kecil, ayah saya mengulang formula terkenal yang dia pelajari dari ayahnya: “Seluruh mazhab adalah sama-sama benar dan sebuah kebenaran bagi mereka berdasarkan hadis dan Quran.” Maka kita menerimanya. Ketika hal itu terjadi pada Syafi’i, Hanbali, Hanafi dan Maliki kita bersikap toleran tapi ketika hal itu terjadi pada Syiah, Anda lihat hal itu bukanlah formula yang kita pikirkan waktu kecil, maka keanehan kecil apapun yang ada antara kita dan
syiah, kita tidak bisa bertoleransi dan menolaknya. Kita mengatakan hal itu karena kita terprogram untuk meyakini hanya empat (mazhab). Karena itu kita menerima keanehan di antara yang empat.
Tidak disangka ternyata Sunni diantara 4 mahzab nya lebih memiliki banyak perbedaan??

Beda Syiah - Sunni dalam memandang Imam Mahdi apa yg di katakan Dedaat

Tapi mereka (orang syiah) masih menanti Mahdi, dan bukan menanti Khomeini. Mereka ingin menciptakan kestabilan dan membuat persiapan untuk kemunculan Mahdi. Di mazhab kita, Sunni, juga menunggu kedatangan Mahdi tapi kita ingin agar Mahdi-lah yang menciptakan kestabilan bagi kita, menjadikan kita pemilik dunia dan duduk di atas singgasana. Sampai situ kita hanya bisa menangani pertengkaran kecil kita. Apapun yang kita lakukan sekarang, hanya Imam Mahdi yang bisa membersihkan dunia bagi kita. Ini garis pikir Sunni. Khomeini di satu sisi mengatakan kepada pengikutnya bahwa kita harus membantu menyiapkan jalan buat Imam Mahdi sehingga ketika beliau (Imam Mahdi) datang segalanya sudah siap baginya untuk bertindak. Sementara kita, dunia Sunni, menunggu Imam Mahdi untuk bersusah payah membantu kita melepaskan diri dari kesulitan, sedang orang Syiah menyiapkan dunia untuk kemunculannya.

(cerita Deedat mengingatkan kisah Musa dan pengikutnya Bani Israel. Ketika Musa mengajak Bani Israel memerangai penguasa Zalim yang menguasai Yerusalem, Bani Israel berkata kepada Musa: "Pergilah bersama Tuhan-Mu dan perangi mereka. Sementara itu biarkan kami duduk disini menantikan hasilnya" )
Ternyata Imam Mahdi kita tidak berbeda, tetap 1 orang, hanya saja kami tidak ingin dikatakan seperti orang Bani Israel.

Kalau Syiah memiliki Al - Qur'an yg berbeda lalu kenapa ahmed dedaat berpendapat seperti berikut

Kesan Dedaat terhadap Imam Khomeini

Kami pergi mengunjungi Imam, Ayatullah Ruhullah Musawi Khomeini. Ada sekitar 40 orang dari kami menunggu Imam dan Imam datang dan berada sekitar sepuluh meter dari tempat saya. Saya melihat Imam. Dia menyampaikan ceramah kepada kami sekitar setengah jam, dan tidak ada apapun kecuali Quran. Orang ini seperti Quran yang terkomputerisasi. Pengaruh luar biasa yang dia miliki di setiap orang; kharismanya sungguh menakjubkan. Anda cukup melihat ke arahnya dan air mata mengalir di pipimu.


Ahmad dedaat say :

Saya katakan kenapa Anda tidak bisa menerima saudara Syiah sebagai mazhab kelima? Hal yang mengherankan adalah dia (Syiah) mengatakan kepada Anda bahwa dia ingin bersatu dengan Anda. Dia tidak mengatakan tentang menjadi Syiah. Dia berteriak “Tidak ada Sunni atau Syiah, hanya ada satu hal, Islam.” Tapi kita mengatakan kepada mereka “Tidak, Anda berbeda. Anda Syiah”. Sikap seperti ini adalah penyakit dari setan yang ingin memecah kita. Bisakah Anda membayangkan, kita Sunni adalah 90% dari muslim dunia dan 10% adalah Syiah yang ingin menjadi rekan saudara satu iman tapi yang 90% ketakutan. Saya tidak mengerti mengapa Anda yang 90% menjadi ketakutan. Orang syiah yang seharusnya ketakutan. Seharusnya Anda tahu perasaan yang syiah miliki untuk Anda. Saat shalat Jumat di Iran, terdapat satu juta orang. Anda harus melihat cara mereka melihat kepada Anda saat Anda berjalan, mereka sadar bahwa Anda orang asing dan tidak satu dari mereka tidak meneteskan air mata. Inilah perasaan yang syiah miliki untuk Anda, tapi Anda mengatakan tidak, Anda ingin orang syiah tetap di luar, takut kalau mereka mengeluarkan Anda (dari mazhab Anda—pent.). Anda hanya bisa keluar kalau ada hal yang lebih baik dari yang Anda miliki. Jika anda yakin dengan keyakinan mazhab anda, maka mengapa takut? Saya tidak tahu, mungkin di antara kalian berpikir saya seorang Syiah, tapi saya masih di sini bersama kalian (Ahmad Deedat masih seorang sunni - pent).

Saya harap kita melurus kan masalah nya!! terkecuali anda memang ingin terus menyebar Fitnah, atau merasa lebih pintar dari Ahmad Dedaat!!

Sumber: dari berbagai tempat (lupa dicopy linknya)

Dua Perkara Berat (Tsaqalain) Wasiat Rasul:
Al Qur'an dan Itrati (Ahlul Bayt Nabi)

Hadis Tsaqalain (Dua Perkara Berat) Riwayat Muslim:


حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَشُجَاعُ بْنُ مَخْلَدٍ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ عُلَيَّةَ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنِي أَبُو حَيَّانَ حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ حَيَّانَ قَالَ انْطَلَقْتُ أَنَا وَحُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ وَعُمَرُ بْنُ مُسْلِمٍ إِلَى زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ فَلَمَّا جَلَسْنَا إِلَيْهِ قَالَ لَهُ حُصَيْنٌ لَقَدْ لَقِيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا رَأَيْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَمِعْتَ حَدِيثَهُ وَغَزَوْتَ مَعَهُ وَصَلَّيْتَ خَلْفَهُ لَقَدْ لَقِيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا حَدِّثْنَا يَا زَيْدُ مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا ابْنَ أَخِي وَاللَّهِ لَقَدْ كَبِرَتْ سِنِّي وَقَدُمَ عَهْدِي وَنَسِيتُ بَعْضَ الَّذِي كُنْتُ أَعِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا حَدَّثْتُكُمْ فَاقْبَلُوا وَمَا لَا فَلَا تُكَلِّفُونِيهِ ثُمَّ قَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ وَذَكَّرَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قَالَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آلُ عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ عَبَّاسٍ قَالَ كُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ قَالَ نَعَمْ و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكَّارِ بْنِ الرَّيَّانِ حَدَّثَنَا حَسَّانُ يَعْنِي ابْنَ إِبْرَاهِيمَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ مَسْرُوقٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ حَيَّانَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِنَحْوِهِ بِمَعْنَى حَدِيثِ زُهَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ ح و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ كِلَاهُمَا عَنْ أَبِي حَيَّانَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَ حَدِيثِ إِسْمَعِيلَ وَزَادَ فِي حَدِيثِ جَرِيرٍ كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ مَنْ اسْتَمْسَكَ بِهِ وَأَخَذَ بِهِ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكَّارِ بْنِ الرَّيَّانِ حَدَّثَنَا حَسَّانُ يَعْنِي ابْنَ إِبْرَاهِيمَ عَنْ سَعِيدٍ وَهُوَ ابْنُ مَسْرُوقٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ حَيَّانَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ دَخَلْنَا عَلَيْهِ فَقُلْنَا لَهُ لَقَدْ رَأَيْتَ خَيْرًا لَقَدْ صَاحَبْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَلَّيْتَ خَلْفَهُ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِنَحْوِ حَدِيثِ أَبِي حَيَّانَ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا وَإِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ هُوَ حَبْلُ اللَّهِ مَنْ اتَّبَعَهُ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ تَرَكَهُ كَانَ عَلَى ضَلَالَةٍ وَفِيهِ فَقُلْنَا مَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ نِسَاؤُهُ قَالَ لَا وَايْمُ اللَّهِ إِنَّ الْمَرْأَةَ تَكُونُ مَعَ الرَّجُلِ الْعَصْرَ مِنْ الدَّهْرِ ثُمَّ يُطَلِّقُهَا فَتَرْجِعُ إِلَى أَبِيهَا وَقَوْمِهَا أَهْلُ بَيْتِهِ أَصْلُهُ وَعَصَبَتُهُ الَّذِينَ حُرِمُوا الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ

45.37/4425. Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Syuja' bin Makhlad seluruhnya dari Ibnu 'Ulayyah, Zuhair berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim; Telah menceritakan kepadaku Abu Hayyan; Telah menceritakan kepadaku Yazid bin Hayyan dia berkata; Pada suatu hari saya pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam. Hai Zaid, kamu telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kamu pernah melihat Rasulullah. Kamu pernah mendengar sabda beliau. Kamu pernah bertempur menyertai beliau. Dan kamu pun pernah shalat jama'ah bersama beliau. Sungguh kamu telah memperoleh kebaikan yang banyak. OIeh karena itu hai Zaid. sampaikanlah kepada kami apa yang pernah kamu dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam! Zaid bin Arqam berkata; Hai kemenakanku, demi Allah sesungguhnya aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Oleh karena itu, apa yang bisa aku sampaikan, maka terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan. maka janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya. Kemudian Zaid bin Arqam meneruskan perkataannya. Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu tempat air yang di sebut Khumm, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata; Ketahuilah hai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Al-Qur 'an yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Al Qur'an dan peganglah. Sepertinya Rasulullah sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al Qur'an. Kedua, keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku. (Beliau ucapkan sebanyak tiga kali). Husain bertanya kepada Zaid bin Arqarn; Hai Zaid, sebenarnya siapakah ahlul bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau itu adalah ahlul bait (keluarga) nya? Zaid bin Arqam berkata; Istri-istri beliau adalah ahlul baitnya. tapi ahlul bait beliau yang dimaksud adalah orang yang diharamkan untuk menerima zakat sepeninggalan beliau. Husain bertanya; Siapakah mereka itu? Zaid bin Arqam menjawab; Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil. keluarga Ja'far, dan keluarga Abbas. Husain bertanya; Apakah mereka semua diharamkan untuk menerima zakat? Zaid bin Arqam menjawab.Ya. Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakkar bin Ar Rayyan; Telah menceritakan kepada kami Hassan yaitu Ibnu Ibrahim dari Sa'id bin Masruq dari Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, (lalu dia menyebutkan Haditsnya yang semakna dengan Hadits Zuhair; Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami Muhamad bin Fudhail; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim; Telah mengabarkan kepada kami Jarir keduanya dari Abu Hayyan melalui jalur ini sebagaimana Hadits Ismail dan di dalam Hadits Jarir ada tambahan; 'Yaitu Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Barang siapa yang berpegang teguh dengannya dan mengambil pelajaran dari dalamnya maka dia akan berada di atas petunjuk. Dan barang siapa yang menganggapnya salah, maka dia akan tersesat. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakkar bin Ar Rayyan; Telah menceritakan kepada kami Hassan yaitu Ibnu Ibrahim dari Sa'id yaitu Ibnu Masruq dari Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam dia berkata; Kami menemui Zaid bin Arqam, lalu kami katakan kepadanya; 'Sungguh kamu telah memiliki banyak kebaikan. Kamu telah bertemu dengan Rasulullah, shalat di belakang beliau dan seterusnya sebagaimana Hadits Abu Hayyan. Hanya saja dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Ketahuilah sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat besar. Salah satunya adalah Al Qur'an, barang siapa yang mengikuti petunjuknya maka dia akan mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia akan tersesat.' Juga di dalamnya disebutkan perkataan; Lalu kami bertanya; siapakah ahlu baitnya, bukankah istri-istri beliau? Dia menjawab; Bukan, demi Allah, sesungguhnya seorang istri bisa saja dia setiap saat bersama suaminya. Tapi kemudian bisa saja ditalaknya hingga akhirnya dia kembali kepada bapaknya dan kaumnya. Yang dimaksud dengan ahlu bait beliau adalah, keturunan beliau yang diharamkan bagi mereka untuk menerima zakat.'
(H.R Muslim)

http://www.indoquran.com/index.php?surano=45&ayatno=37&action=display&option=com_muslim

Banyak orang mengutip hadis Muslim di atas, namun sayangnya hanya sedikit yang mengutipnya secara lengkap, kebanyakan mereka menghilangkan kalimat yang ditulis tebal di atas. Padahal disitu jelas sekali dinyatakan bahwa Ahlul Bayt beliau adalah keturunan beliau yang diharamkan menerima zakat, dalam hal ini berarti Fathimah dimana anak - anak rasul berasal dari sulbi Imam 'Ali bin Abi Thalib.

Dan akhir dari hadis tersebut sangat kuat menekankan betapa menjadi tersesatnya seseorang yang tidak berpegang teguh kepada Al Qur'an dan Alul Bayt, bacalah paragraf terakhir dari hadis muslim di atas:

"Ketahuilah sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat besar. Salah satunya adalah Al Qur'an, barang siapa yang mengikuti petunjuknya maka dia akan mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia akan tersesat"
Perhatikan bahwa kata ganti 'nya" pada hadis itu menunjukkan tsaqalain bukan hanya al Qur'an saja. Hal ini terkait dengan kata "salah satunya". Jadi, akhiran "nya" pada kata "petunjuknya" ini maksudnya petunjuk dari al Qur'an dan ahlul bayt. Sebab kalau ada "yang tertulis" maka mesti ada juga "yang tidak tertulis" yaitu manusia yang akan menjelaskan al Qur'an. Kalau manusia yang dimaksud adalah: "siapa saja boleh diantara sahabat", maka tidak perlu ada hadis di atas yang menekankan "ahlul bayt" artinya hadis di atas sia - sia saja. Maka orang yang "diberi tugas" untuk menjelaskan Al Qur'an ini adalah mestinya orang yang sangat menguasai penuh al Qur'an dengan segala penjelasannya berupa takwilnya, tanzilnya, tafsirnya serta semua ilmu yang diberikan "kepercayaan" oleh Allah dan Rasul-Nya dan orang itu adalah Imam 'Ali bin Abi Thalib as. Maka tidak salah jika beliau diberi julukan Ulil Amri atau orang yang diserahi tugas mengurus umat sebagai Imam yang menjelaskan dan memberi petunjuk kepada manusia melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan (imamah) Rasul yang dimuliakan Allah, Muhammad saww. Karena itu semua dalil istinbat hukum kita harus berpegang teguh kepada ajaran Imam 'Ali, misalnya dalam persoalan cara berwudhu, cara sholat, pemahaman Tauhid yang benar dll semuanya kita harus berdasarkan petunjuk dan ajaran Imam 'Ali dan penerusnya yang meneruskan tongkat imamah dari Nabi Muhammad saww. Secara umum Imam itu dari segi bahasa berarti yang memimpin dan ditiru atau diteladani, sehingga dia berada di depan untuk mengarahkan manusia ke jalan yang benar.

Dan karena seorang imam bertugas menjelaskan dan memberi petunjuk kepada manusia maka mestilah imam tersebut haruslah terjaga dari kesalahan dalam memberikan petunjuk, sehingga imam tersebut mestilah seorang yang makshum. Sebab kalau imam tersebut bisa tidak terluput dari kesalahan maka dia akan mengajarkan kebatilan bagi manusia, dan ini tidak mungkin Allah meridhoi imam yang memberikan petunjuk yang salah kepada manusia sementara di saat yang sama fungsi kenabian (wahyu) sudah dihentikan, karena itu Allah Yang Maha Mengetahui tentu sudah mengetahui siap - siapa yang layak diberikan kepercayaan/amanah menjaga dan mengusung Risalah Ilahi ini dari kepunahan atau bercampurnya dengan kebatilan, maka Allah mesti Memeliharanya dan Menjaganya dari kesalahan. Secara manusiawi dia manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan,  akan tetapi karena Karunia Allah, maka manusia tersebut menjadi Berbeda dengan Yang Lain karena Keistimewaan yang diberikan kepadanya. Itulah karunia yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

Ada banyak sekali ayat yang berhubungan dengan Imam 'Ali akan tetapi terkait dengan siapa saja ahlul bayt ini adalah Turunnya Ayat Kesucian yaitu Al Ahzab[33]:33 sbb

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَءَاتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
dan hendaklah kamu tetap di rumahmu [1216] dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta`atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Q.S Al-Ahzab[33]: 33)

[1216]=Maksudnya: Isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah, hal ini masih serentetan dengan ayat sebelumnya yaitu 30 - 32, bahwa isteri nabi dilarang keluar dari rumahnya

Hal yang mengherankan adalah sebagian sunni mengartikan kalimat terakhir dari ayat tersebut termasuk isteri - isteri nabi dikarenakan ayat itu dianggap masih serangkaian dengan kalimat sebelumnya yang menyorot kehidupan isteri nabi.
Perhatikanlah pada ayat sebelumnya, ketika ditujukan kepada isteri - isteri nabi (perempuan) maka kata "kalian" itu menjadi "kalian untuk perempuan" misalnya "minkunna" pada ayat 30, demikian juga pada ayat 31 digunakna kata "minkunna" (=kalian perempuan) kalau minkum=kalian untuk laki - laki. Demikian juga pada ayat 32 yaitu lastunna (untuk perempuan). Lalu pada ayat 33, bagian awal masih ditujukan pada perempuan seperti pada kata Qarna, buyutikunna (rumah kalian) untuk wanita (bedakan dengan buyutikum = rumah kalian, namun perkataan ini ditujukan untuk laki - laki).
Masih dalam satu ayat yang sama, tiba - tiba ketika masuk pada kalimat Innamaa dst langsung berubah ditujukan buat laki - laki yaitu pada kata 'ankum عَنْكُم (=kalian, untuk laki - laki) dan  وَيُطَهِّرَكُم (dan menyucikan kalian, untuk laki - laki). Kalau ayat itu untuk isteri nabi mestinya bukan 'ankum melainkan 'ankunna.
 إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Jadi kalau ditujukan kepada Laki - laki maka digunakan akhiran "kum" namun jika ditujukan kepada wanita digunakan akhiran "kunna". Dan kalau dalam suatu kelompok mayoritas wanita namun hanya ada seorang laki - laki saja maka tetap digunakan kata "kum" untuk ditujukan kepada laki - laki.

Berikut ini adalah pembahasannya bahwa sebenarnya yang dimaksud dengan ayat penyucian itu ditujukan untuk 5 orang manusia suci adalah pembahasan hadis dan asbabun nuzul sebagai berikut.

Perhatikanlah bahwa kata "Rijs" dalam ayat di atas mendapatkan awalan "al" sehingga maknanya menjadi bersifat umum/universal. Sehingga maknanya menjadi: "Setiap jenis ketidak murnian atau setiap kekotoran". Kemudian Allah menegaskan kembali dengan kalimat "dan mensucikanmu sesuci - sucinya". Kata "sesuci - sucinya" merupakan makna penegasan dari masdar "Tathhiran". Inilah satu - satunya ayat dalam al-Qur'an dimana Allah menggunakan penekanan "sesuci - sucinya".

Bermanfaat kiranya untuk disebutkan bahwa ayat al-Ahzab[33]: 33, yang berkaitan dengan pensucian Ahlulbait, telah diletakkan di tengah-tengah ayat yang berkenaan dengan istri-istri Nabi Muhammad SAW, dan  inilah yang menjadi alasan utama beberapa orang Sunni yang memasukkan istri-istri Nabi Muhammad SAW ke dalam Ahlulbait.
Namun, kalimat yang berhubungan dengan Ahlulbait (QS. al-Ahzab[33]: 33) berbeda dengan kalimat-kalimat sebelumnya dan  sesudahnya dengan perbedaan yang amat jelas. Kalimat-kalimat sebelum dan sesudahnya menggunakan hanya kata ganti perempuan, yang secara jelas ditujukan kepada istri-istri Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, kalimat di atas menggunakan hanya kata ganti laki-laki, yang dengan jelas menunjukkan bahwa Quran mengalihkan objek individu-individu yang dirujukinya.

Orang yang akrab dengan Quran pada tingkat tertentu, mengetahui bahwa pergantian Rujukan yang tajam semacam itu adalah hal yang biasa, bukanlah hal yang aneh, dan ini telah terjadi pada berbagai tempat dalam Quran misalnya:
"Wahai Yusuf Berpalinglah dari ini dan mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu termasuk orang-orang yang berbuat salah!" (QS.Yusuf [12]: 29).
Kalau kita tidak jeli dan tidak paham dengan bahasa al Qur'an kita akan menyangka bahwa Yusuf telah berbuat dosa dan berbuat salah, padahal yang dimaksud adalah kata ganti perempuan yaitu dipakai tanda baca kasrah (i) sehingga terjemahannya mestinya begini:
"Wahai Yusuf Berpalinglah dari ini dan mohon ampunlah (hai istriku) atas dosamu itu, karena kamu (istriku) termasuk orang-orang yang berbuat salah!" (QS.Yusuf : 29).
Kata "istriku" itu bukannya istri nabi Yusuf melainkan Istri Aziz yang menyeru dengan seruan pada ayat di atas. Saat aziz berkata: Yusuf berpalinglah, maka saat itu dia sedang menoleh (mengarahkan) perkataan itu kepada yusuf, kemudian dia (aziz) menyambung/menoleh/mengarahkan perkataannya kepada isterinya dengan berkata: "dan (kamu istriku) mohon ampunlah atas dosamu karena kamu termasuk orang yang berbuat salah". Kurang lebih sepeti itulah komunikasi antara aziz terhadap yusuf dan istri aziz.

Dalam ayat di atas, perkataan ‘Hai istriku’ tidak disebutkan dan Rujukan kepada Yusuf tampak tetap berlanjut. Namun, pergantian Rujukan dari laki-laki kepada perempuan dengan jelas menunjukkan bahwa kalimat yang kedua ditujukan kepada istri Aziz, dan bukan kepada Nabi Yusuf as. Perhatikan bahwa kedua kalimat itu berada dalam satu ayat! Catat juga bahwa pergantian Rujukan dari istri Aziz kepada Yusuf, dan kemudian sekali lagi berganti kepada istri Aziz dalam ayat-ayat sebelum ayat 29 adalah juga dalam satu kalimat.

Dalam bahasa Arab, ketika sekelompok perempuan adalah yang dituju, maka  digunakan kata ganti perempuan. Namun, jika ada satu laki-laki di antara mereka, maka digunakan kata ganti laki-laki. Jadi, kalimat Quran di atas dengan jelas menunjukkan bahwa Allah menujukannya kepada sekelompok orang yang berbeda dari istri-istri Nabi Muhammad SAW, sebab menggunakan kata ganti laki-laki, dan bahwa kelompok tersebut mengandung perempuan.

Bukti Hadis Shahih

Adalah menarik untuk dilihat bahwa baik Shahih Muslim dan Shahih Tirmidzi  maupun yang lainnya, menegaskan pandangan Syi’ah di atas. Dalam Shahih Muslim, terdapat sebuah bab yang diberi nama ‘Bab Tentang Keutamaan Sahabat’. Dalam bab ini, terdapat satu bagian yang dinamakan ‘Bagian Tentang Keutamaan Ahlulbait Nabi. Dalamnya hanya terdapat satu hadis, dan  hadis tersebut tidak ada hubungannya dengan istri-istri Nabi Muhammad SAW. Hadis ini dikenal sebagai hadis mantel (Hadis al-Kisa) atau bisa juga disebut kain sprei (dalam kisah versi lain disebutkan diambil dari kain sprei), dan berbunyi sebagai berikut:

Aisyah menceritakan, “Suatu hari Nabi Muhammad SAW keluar sore-sore dengan mengenakan mantel hitam (kain panjang), kemudian Hasan bin Ali datang dan Nabi menampungnya dalam mantel, lalu Hasan datang dan masuk ke dalam mantel, lalu Fathimah datang dan  Nabi memasukkannya ke dalam mantel, lalu Ali  datang dan Nabi memasukkannya juga ke dalam mantel. Kemudian  Nabi berucap, ‘Sesungguhnnya Allah bermaksud hendak menghilangkan segala kekotoran (najis) dari kamu, wahai Ahlulbait dan  mensucikanmu sesuci – sucinya  (kalimat terakhir dari QS. al-Ahzab : 33).
(Shahih Muslim, bab Keutamaan Sahabat, bagian keutamaan Ahlulbait Nabi Muhammad saw, edisi 1980, terbitan Arab Saudi, versi Arab, jilid 4, ha1.1883, hadis ke 61)

Orang dapat melihat bahwa penyusun Shahih Muslim menegaskan bahwa : Pertama, Ali, Fathimah, Hasan dan  Husain adalah termasuk Ahlulbait. Ke dua, kalimat pensucian dalam Quran (kalimat terakhir QS. al-Ahzab[33]: 33) diturunkan bagi keutamaan orang-orang yang disebutkan di atas, dan  bukan untuk istri-istri Nabi Muhammad SAW.
Muslim (penyusun kitab tersebut) tidak menuliskan satu pun hadis lain dalam bagian ini (bagian tentang keutamaan Ahlulbait). Jika saja penyusun Shahih Muslim meyakini bahwa istri-istri Nabi Muhammad SAW adalah dalam Ahlulbait, dia tentu sudah mengutipkan hadis-hadis tentang mereka dalam bagian ini.
Adalah menarik dilihat bahwa Aisyah, salah seorang istri Nabi Muhammad SAW, adalah perawi dari hadis di atas, dan dia sendiri menegaskan bahwa Ahlulbait adalah orang-orang yang telah disebutkan di atas.

Salah satu versi lain dari ‘hadis mantel’ tertulis dalam Shahih Tirmidzi, yang diriwayatkan oleh Umar bin Abi Salamah, putra dari Ummu Salamah (istri Nabi yang lain), yang berbunyi sebagai berikut:

Ayat ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak...(QS. al-Ahzab : 33) diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam rumah Ummu Salamah. Sehubungan dengan hal itu, Nabi mengumpulkan Fathimah, Hasan, Husain, dan menutupi mereka dengan sebuah mantel (kisa), dan beliau juga menutupi Ali yang berada di belakang beliau. Kemudian Nabi berseru, “Ya, Allah! Inilah Ahlulbait-ku! Jauhkan mereka dari setiap kekotoran, dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya!’ Ummu Salamah (istri Nabi) menanyakan, “Apakah aku termasuk ke dalam kelompok mereka wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Kamu tetap di tempatmu dan kamu menuju akhir yang baik.
(Shahih at-Turmudzi, jilid 5, ha1.351, 663)

Terlihat bahwa Tirmidzi juga menegaskan bahwa Ali, Fathimah, Hasan, dan  Husain adalah Ahlulbait, dan  kalimat pensucian dalam Quran (kalimat terakhir dari al-Ahzab ayat 33) diturunkan untuk keutamaan  orang-orang tersebut, dan bukan untuk istri-istri Nabi Muhammad SAW. Tampak juga dari hadis sahih di atas bahwa Nabi sendiri yang mengeluarkan isteri  beliau dari Ahlulbait. Jika Ummu Salamah adalah termasuk dalam kelompok Ahlulbait, mengapa beliau SAW tidak menjawabnya secara positif? Mengapa beliau tidak memasukkannya ke dalam mantel? Mengapa Nabi Muhammad SAW menyuruh dia untuk tetap di tempatnya? Jika saja Nabi Muhammad SAW memasukkan Ummu Salamah ke dalam kelompok Alhubait, beliau tentu sudah memasukkannya ke dalam mantel dan akan segera berdo’a untuk kesuciannya.

Perlu juga disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak mengatakan, “Inilah sebagian di antara Ahlulbaitku!’ Alih-alih, beliau berkata, "inilah Ahlulbaitku!” Sebab tidak ada anggota lain Ahlulbait yang hidup, pada masa Nabi Muhammad SAW. Perhatikan juga bahwa Ummu Salamah, isteri Nabi yang saleh, adalah perawi dari hadis ini kepada anaknya dan memberikan pernyataan tentang siapakah Ahlulbait itu!

Dalam hadis Hakim, bunyi pertanyaan dan jawabnya dalam kalimat terakhir dari hadis ini adalah:
Umma Salamah berkata, “Ya Nabi Allah! Tidakkah aku termasuk salah seorang anggota keluargamu?” Nabi Suci menjawab, “Kamu memiliki masa depan yang baik (tetap berada dalam kebaikan), tetapi hanya inilah anggota keluargaku. Ya Rabbi, anggota keluargaku lebih berhak!”
(al-Mustadrak Hakim, jilid 2, hal. 416)

Dan bunyi kalimat yang dilaporkan oleh Suyuthi dan Ibnu Atsir adalah sebagai berikut.

Ummu Salamah berkata kepada Nabi Suci SAW, Apakah aku termasuk juga salah seorang dari mereka?” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Tidak, kamu mempunyai kedudukan khususmu sendiri dan masa depanmu adalah baik.
(Usal al-Ghahah, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 289; Taf.sir al¬Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 5, hal. 198)
Thabari juga mengutip Ummu Salamah yang mengatakan bahwa dia berkata, “Ya, Nabi Allah! Tidakkah aku termasuk juga salah seorang Ahlulbaitmu?" Aku bersumpah demi Yang Maha Besar bahwa Nabi Suci tidak menjaminku dengan keistimewaan apapun kecuali bersabda: "Kamu memiliki  masa depan baik".
(Tafsir Thabari, jilid 22, hal. 7 pada komentar tentang ayat 33:33. Di samping Shahih Muslim dan Tirmidzi, yang dari keduanya kami mengutip ‘Nadis Mantel’ (kisa) melalui otoritas Aisvah dan Ummu Salamah secara berturut-turut, di bawah ini adalah referensi Sunni tentang hadis mantel, yang rnelaporkan tentang kedua versi hadis tersebut; Musnad Ahmad Ibn Harrbal, jilid 6, hal. 323, 292, 298; jilid 1, hal. 330-331; jilid 3, hal. 252; jilid 4, hal. 107 dari Abu Sa-id Khudri; Fadha’il ash-Sha}rabah, olch Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 578, hadis ke 978; al-Mmtadrak oleh Hakim, jilid 2, hal. 416 (dua hadis) dari Ibnu Abu Salamah, jilid 3, hal. 146-148 (lima hadis), hal. 158, 172; al-Khasaisy, Nasa’i, hal. 4,8; as-Sunan oleh Baihaqi, diriwayatkan dari Aisvah and Ummu Salamah; Tafsir al-Kabir-, Bukhari (penyusun Shahih Bukhari), jilid 1, bagian 2, hal. 69; tazhir al¬Kabir, oleh Fakhrurrazi, jilid 2, hal. 700 (Istanbul), dari Aisyah; Tafsir al¬Durr al-Mautsur, Suvuthi, jilid 5, hal. 198,605 dari Aisyah and Ummu Salamah; Tafsir Ibnu Jarir Thabari, jilid 22, hal. 5-8 (dari Aisyah dan Abu Sa’id Khudri), hal. 6,8 (dari Ibnu Abu Salamah) (10 hadis); Tafsir, Qurthubi, pada komentar atas avat 33:33 dari Ummu Salamah; Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 485 (versi lengkap) dari Aisyah dan  Umar bin Abi Salamah; Lisd al-Ghabah, oleh Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 12; jilid 4, ha1.79 diriwayatkan dari Ibnu Abu Salamah; Shazun`iq al-Muyriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bagian 1, hal. 221 dari Ummu Salamah; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 10, diriwavatkan dari Ibnu Abu Salamah; Tafsir al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 1, hal. 193 diriwavatkan dari Aisyah; Musykil al-Atsnr, Tahawi, bab l, hal. 332-336 (tujuh hadis); Dhakha’ir al-Liqbah, Muhibb Thabari, hal. 21-26, dari Abu Sa’id Kzudri; Majma’ az-Zawa’id, Haitsami, jilid 9, hal. 166 (dari berbagai jalur))

Inilah variasi sahih lainnya tentang  Hadis Mantel yang dinisbahkan kepada Shafiyah, yang juga salah seorang istri Nabi Muhammad SAW. Ja’far bin Abi Thalib meriwayatkan:
Pada waktu Rasulullah merasa bahwa rahmat dari Allah akan turun, beliau menyuruh Shafiyah, “Panggilkan untukku! Panggilkan untukku!” Shafiyah berkata, “Panggilkan siapa wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Panggilkan Ahlulbaitku yaitu Ali Fathimah, Hasan dan Husain!” Maka kami kirimkan (orang) untuk (mencari) mereka dan merekapun datang kepada beliau. Kemudian Nabi Muhammad SAW membentangkan mantel beliau ke atas mereka dan mengangkat tangan beliau (ke langit) dan berkata, “Ya, Allah! Inilah keluargaku (‘aalii), maka berkahilah Muhammad dan keluarga (‘aali) Muhammad” Dan Allah, pemilik Kekuatan Keagungan, mewahyukan, Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan segala kekotoran (najis) dari kamu, wahai Alhubait dan  mensucikanmu sesuci-sucinya.
(al-Mustadrak Hakim, bab Memahami (keutamaan) Sahabat, jilid 3, hal. 148. Pengarang kemudian menulis, "Hadis ini adalah shahih berdasarkan kriteria dua Syekh (Bukhari Muslim)."; TaIkhis al-Mu-tadrak, Dzahabi, jilid 3, hal. 148; Used -Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 33)
Meskipun mayoritas hadis – hadist tentang masalah ini menunjukkan bahwa kalimat terakhir dari al-Ahzab ayat 33 diturunkan di rumah Ummu Salamah sebagaimana telah dikutip di muka, hadis di atas memberikan implikasi bahwa ayat tersebut bisa jadi telah diturunkan juga di rumah Shafiyah. Berdasarkan pandangan ulama-ulama Sunni, termasuk Ibnu Hajar, adalah sangat mungkin bahwa ayat ini diturunkan lebih dari sekali.
Dalam setiap kesempatan itu, Nabi mengulang-ulang tindakan beliau tersebut di depan istri beliau yang berbeda-beda agar mereka semuanya menyadari siapakah Ahlulbait itu.
Ucapan ketiga istri Nabi Muhammad SAW (Aisyah, Ummu Salameh Shafiyah) tidak meninggalkan kepada kita sebuah ruangan pun semuanya menyakini bahwa Ahlulbait pada masa hidup Nabi. Tidak lebih dari lima orang; Nabi Muhammad SAW, Fathimah, Ali, Hasan dan Husain.
Fakta bahwa kata ganti bagian terakhir al – Ahzab ayat 33 beralih dari  perempuan menjadi laki-laki telah menghantarkan mayoritas ahli Sunni untuk meyakini bahwa bagian terakhir tersebut diturunkar berkenaan  dengan Ali, Fathimah, Hasan dan Husain, sebagaimana yang di tampakkan oleh Ibnu Hajar Haitsami:
Berdasarkan pada pendapat mayoritas ahli tafsir (Sunni), firman Allah ‘Sesungguhnya Allah berkehendak... (kalimat terakhir dari ayat 33:33) diturunkan untuk Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, sebab penggunaan kata ganti laki-laki pada kata ‘ankum’ dan seterusnya.
(as-Sawaiij al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, bab 11, bagian l, hal. 220.)